Senin, 26 November 2012

Surat untuk Ibu

Ibu adalah panggilan kehormatan. Dahulu aku tidak mau disapa oleh orang dengan kata ibu. karena secara umur ku masih  20 tahun, belum terlalu tua. Aku lebih baik dipanggil dengan sebutan mbak, teteh, kakak, atau neng. Tapi tadi siang di angkot ada yang memanggil ku "permisi ya, bu, geser sedikit" aku mengikhlaskan dalam hati. karena alkalamu nisfu du'a perkataan adalah sebagian dari doa. Aku sadar panggilan ibu adalah panggilan yang mulia. karena tak semua wanita bisa menjadi ibu, tak semua wanita dititipi buah hati oleh Sang Pencipta.


Ibu, engkau adalah seseorang yang betapa mudahnya membuatku berurai air mata. Kulayangkan surat ini untukmu dari hati yang tulus, bu.Ibu, kan kusayangi engkau sepanjang nafasku. Ibu kau adalah matahari yang menyinari hatiku. Kau adalah rembulan yang menerangi gelapnya hatiku. Kau adalah bidadari tercantik yang pernah kulihat. 270 hari kau mengandungku dengan susah payah, melahirkan dengan mempertaruhkan nyawa, menyapihku dengan penuh kasih sayang, Apapun kau pertaruhkan untukku, mengurus ku dari aku tak bisa melihat dunia hingga saat ini. Senyuman yang terindah adalah senyuman mu, bu. Hal yang paling hangat adalah saat ku mencium tanganmu.

Ibu, kini anakmu sudah dewasa, kini ku melihat kerutan di wajahmu, bekas perjuanganmu membesarkan anakmu. Aku, anakmu tak kan rela membuatmu sedih. Semoga Tuhan memberkati kehidupanmu, ibu. Ibu, ampunilah dosaku, seandainya pernah ku mengiris hatimu. Restumu yang paling kuharapkan karena surga ada disana. Kasih sayangmu adalah harta yang tak ternilai bagiku, bu. Apa yang bisa ku berikan untukmu, bu. Walau hidup ribuan tahun, tak akan mampu aku membalas semua jasa-jasamu, bu. Tapi restuilah aku untuk membuatmu bahagia, bu. Apapun kan kulakukan untukmu, bu. Ridhoilah langkah perjuangan anakmu ini, bu. Karena doamu yang menjadi kekuatan bagiku.

Ibu, perkataanmu sungguh manjur. Jika engkau berkata tidak, maka tidak akan pernah jadi. Bu, engkau pernah tahu, aku bekerja untuk membantu meringankan bebanmu, hingga aku tak lagi fokus kuliah. Dari awal saat ku aku memohon restu, aku tahu engkau tidak rela jika aku bekerja, hatimu tak mengizinkan. Namun aku berkata, "Ibu, biarkan aku membuktikan kepadamu, aku bisa sukses lewat pekerjaan ini". Hujan, badai ku temui dan ku hadapi, ku sabar menekuni pekerjaanku. Saat itu aku yakin, jika teman-temanku bisa sukses lewat pekerjaan ini, maka aku pun pasti bisa. Ibu bukannya tidak mengizinkan, hanya saja belum paham. Hujan lebat, angin ribut, segala macam badai ku lalui, ku tekuni dengan sabar pekerjaan ini. Namun selama satu tahun, uang yang kuperoleh dari keringatku sendiri tidak sampai ke tangan ibuku, malah mampir ke rumah sakit. Berkat perjuangan ku yang berat, badanku jadi rusak, hingga harus dirawat di rumah sakit. Dalam sakit aku sadar ada satu pelajaran yang paling berharga yang harus ku ingat. Tak cukup niat baik, tapi juga perlu restu ibu. Tanpanya, penyesalan yang akan menjadi akhir cerita. 
Ya Allah Ya Robbal a'lamin ampunilah dosa ibuku, sayangilah ibuku seperti ia menyayangiku diwaktu kecil. Mother, i love you

Tidak ada komentar:

Posting Komentar