Sabtu, 06 Oktober 2012

Sejarah Jurnalistik di Indonesia

Berbicara tentang jurnalistik, kita pasti membayangkan mengenai suatu berita dimana berita itu memuat tentang berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat. Kegiatan jurnalistik sebenarnya sudah ada dan sudah lama dikenal manusia di dunia ini, karena keberadaannya selalu hadir ditengah-tengah kita seiring dengan kegiatan pergaulan manusia yang dinamis, terutama di era informasi seperti saat sekarang ini. Dengan semakin berkembangnya media yang dapat membantu tersebarnya berita dengan cepat, maka kegiatan jurnalistikpun memaksa untuk menyebarkan berita-berita yang aktual dan faktual. Bahkan saat sekarang ini bisa dijumpai dengan mudah tentang berita-berita mulai dari yang daerah plosok negeri sampai plosok dunia. Kegiatan jurnalistik pada masa sekarang ini semakin diminati oleh masyarakat.
Khususnya mereka generasi muda yang ingin ikut ambil bagian dalam upaya memberikan berita-berita yang berkualitas. Sehingga sekarang ini banyak muncul sekolah-sekolah atau perguruan tinggi yang khusus mempelajari bidang jurnalistik dan bidang yang terkait. Misalnya sekolah broadcast yang member kesempatan dan pelatihan menjadi seorang wartawan dan orang yang bekerja untuk kejurnalistikan. Berbicara jauh tentang jurnalistik dewasa ini, belum afdol jika kita tidak membicarakan tentang asal mula jurnalistik itu sendiri. Disini saya ingin memaparkan tentang sejarah jurnalistik, baik sejarah jurnalistik dunia, sejarah jurnalisik Indonesia, dan surat kabar pertama yang muncul di dunia, yang saya dapat dari berbagai tulisan di berbagai blog. 1. Sejarah Jurnalistik Dunia Dalam situs ensiklopedia, www.questia.com tertulis, jurnalisme yang pertama kali tercatat adalah di masa kekaisaran Romawi kuno, ketika informasi harian dikirimkan dan dipasang di tempat-tempat publik untuk menginformasikan hal-hal yang berkaitan dengan isu negara dan berita lokal. Seiring berjalannya waktu, masyarakat mulai mengembangkan berbagai metode untuk memublikasikan berita atau informasi. Pada awalnya, publikasi informasi itu hanya diciptakan untuk kalangan terbatas, terutama para pejabat pemerintah. Baru pada sekira abad 17-18 surat kabar dan majalah untuk publik diterbitkan untuk pertama kalinya di wilayah Eropa Barat, Inggris, dan Amerika Serikat. Surat kabar untuk umum ini sering mendapat tentangan dan sensor dari penguasa setempat. Iklim yang lebih baik untuk penerbitan surat kabar generasi pertama ini baru muncul pada pertengahan abad 18, ketika beberapa negara, semisal Swedia dan AS, mengesahkan undang-undang kebebasan pers. Industri surat kabar mulai menunjukkan geliatnya yang luar biasa ketika budaya membaca di masyarakat semakin meluas. Terlebih ketika memasuki masa Revolusi Industri, di mana industri surat kabar diuntungkan dengan adanya mesin cetak tenaga uap, yang bisa menggenjot oplah untuk memenuhi permintaan publik akan berita. Seiring dengan semakin majunya bisnis berita, pada pertengahan 1800-an mulai berkembang organisasi kantor berita yang berfungsi mengumpulkan berbagai berita dan tulisan untuk didistribusikan ke berbagai penerbit surat kabar dan majalah. Kantor berita bisa meraih kepopuleran dalam waktu sangat cepat. Pasalnya, para pengusaha surat kabar dapat lebih menghemat pengeluarannya dengan berlangganan berita kepada kantor-kantor berita itu daripada harus membayar wartawan untuk pergi atau ditempatkan di berbagai wilayah. Kantor berita lawas yang masih beroperasi hingga hari ini antara lain Associated Press (AS), Reuters (Inggris), dan Agence-France Presse (Prancis). Tahun 1800-an juga ditandai dengan munculnya istilah yellow journalisme (jurnalisme kuning), sebuah istilah untuk “pertempuran headline” antara dua koran besar di Kota New York. Satu dimiliki oleh Joseph Pulitzer dan satu lagi dimiliki oleh William Randolph Hearst. Ciri khas jurnalisme kuning adalah pemberitaannya yang bombastis, sensasional, dan pemuatan judul utama yang menarik perhatian publik. Tujuannya hanya satu: meningkatkan penjualan! Jurnalisme kuning tidak bertahan lama, seiring dengan munculnya kesadaran jurnalisme sebagai profesi. Sebagai catatan, surat kabar generasi pertama di AS awalnya memang partisan, serta dengan mudah menyerang politisi dan presiden, tanpa pemberitaan yang objektif dan berimbang. Namun para wartawannya kemudian memiliki kesadaran bahwa berita yang mereka tulis untuk publik haruslah memiliki pertanggungjawaban sosial. Kesadaran akan jurnalisme yang profesional mendorong para wartawan untuk membentuk organisasi profesi mereka sendiri. Organisasi profesi wartawan pertama kali didirikan di Inggris pada 1883, yang diikuti oleh wartawan di negara-negara lain pada masa berikutnya. Kursus-kursus jurnalisme pun mulai banyak diselenggarakan di berbagai universitas, yang kemudian melahirkan konsep-konsep seperti pemberitaan yang tidak bias dan dapat dipertanggungjawabkan, sebagai standar kualitas bagi jurnalisme professional. 2. Sejarah Jurnalistik Indonesia Tokoh pers nasional, Soebagijo Ilham Notodidjojo dalam bukunya “PWI di Arena Masa” (1998) menulis, Tirtohadisoerjo atau Raden Djokomono (1875-1918), pendiri mingguan Medan Priyayi yang sejak 1910 berkembang jadi harian, sebagai pemrakarsa pers nasional. Artinya, dialah yang pertama kali mendirikan penerbitan yang dimodali modal nasional dan pemimpinnya orang Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya, pers Indonesia menjadi salah satu alat perjuangan kemerdekaan bangsa ini. Haryadi Suadi menyebutkan, salah satu fasilitas yang pertama kali direbut pada masa awal kemerdekaan adalah fasilitas percetakan milik perusahaan koran Jepang seperti Soeara Asia (Surabaya), Tjahaja (Bandung), dan Sinar Baroe(Semarang). Menurut Haryadi, kondisi pers Indonesia semakin menguat pada akhir 1945 dengan terbitnya beberapa koran yang mempropagandakan kemerdekaan Indonesia seperti, Soeara Merdeka (Bandung), Berita Indonesia (Jakarta), dan The Voice of Free Indonesia. Seperti juga di belahan dunia lain, pers Indonesia diwarnai dengan aksi pembungkaman hingga pembredelan. Haryadi Suadi mencatat, pemberedelan pertama sejak kemerdekaan terjadi pada akhir 1940-an. Tercatat beberapa koran dari pihak Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang dianggap berhaluan kiri seperti Patriot, Buruh, dan Suara Ibu Kota dibredel pemerintah. Sebaliknya, pihak FDR membalas dengan membungkam koran Api Rakjat yang menyuarakan kepentingan Front Nasional. Sementara itu pihak militer pun telah memberedel Suara Rakjat dengan alasan terlalu banyak mengkritik pihaknya. Jurnalisme kuning pun sempat mewarnai dunia pers Indonesia, terutama setelah Soeharto lengser dari kursi presiden. Judul dan berita yang bombastis mewarnai halaman-halaman muka koran-koran dan majalah-majalah baru. Namun tampaknya, jurnalisme kuning di Indonesia belum sepenuhnya pudar. Terbukti hingga saat ini masih ada koran-koran yang masih menyuguhkan pemberitaan sensasional semacam itu. Selain itu, pada era ini juga muncul media jurnalistik multimedia. Perusahaan-perusahaan media raksasa sudah merambah berbagai segmen pasar dan pembaca berita. Tidak hanya bisnis media cetak, radio, dan televisi yang mereka jalankan, tapi juga dunia internet, dengan space iklan yang tak kalah luasnya. Setiap pengusaha media dan kantor berita juga dituntut untuk juga memiliki media internet ini agar tidak kalah bersaing dan demi menyebarluaskan beritanya ke berbagai kalangan. Setiap media cetak atau elektronik ternama pasti memiliki situs berita di internet, yang updating datanya bisa dalam hitungan menit. Ada juga yang masih menyajikan edisi internetnya sama persis dengan edisi cetak. 3. Teknologi dalam jurnalisme Kegiatan jurnalisme terkait erat dengan perkembangan teknologi publikasi dan informasi. Pada masa antara tahun 1880-1900, terdapat berbagai kemajuan dalam publikasi jurnalistik. Yang paling menonjol adalah mulai digunakannya mesin cetak cepat, sehingga deadline penulisan berita bisa ditunda hingga malam hari dan mulai munculnya foto di surat kabar. Pada 1893 untuk pertama kalinya surat-surat kabar di AS menggunakan tinta warna untuk komik dan beberapa bagian di koran edisi Minggu. Pada 1899 mulai digunakan teknologi merekam ke dalam pita, walaupun belum banyak digunakan oleh kalangan jurnalis saat itu. Pada 1920-an, surat kabar dan majalah mendapatkan pesaing baru dalam pemberitaan, dengan maraknya radio berita. Namun demikian, media cetak tidak sampai kehilangan pembacanya, karena berita yang disiarkan radio lebih singkat dan sifatnya sekilas. Baru pada 1950-an perhatian masyarakat sedikit teralihkan dengan munculnya televisi. Perkembangan teknologi komputer yang sangat pesat pada era 1970-1980 juga ikut mengubah cara dan proses produksi berita. Selain deadline bisa diundur sepanjang mungkin, proses cetak, copy cetak yang bisa dilakukan secara massif, perwajahan, hingga iklan, dan marketing mengalami perubahan sangat besar dengan penggunaan komputer di industri media massa. Memasuki era 1990-an, penggunaan teknologi komputer tidak terbatas di ruang redaksi saja. Semakin canggihnya teknologi komputer notebook yang sudah dilengkapi modem dan teknologi wireless, serta akses pengiriman berita teks, foto, dan video melalui internet atau via satelit, telah memudahkan wartawan yang meliput di medan paling sulit sekalipun. 4. Surat Kabar Pertama di Dunia Surat kabar pertama di dunia, menurut sejarah jurnalistik adalah Acta Diuma yang terbit tahun 59 sebelum masehi di kota Roma pada Zaman Julius Caesar yang berisi tentang kebijakan-kebijakan kaisar. Acta Diuma berisi keterangan dari istana, semacam siaran pers, ditulis di sembarang benda, sebab kertas belum ditemukan. Baru setelah kertas ditemukan pertama kali oleh Tsai Lun dan penemuan mesin cetak olah Johan Guttenberg di tahun 1456, surat kabar mulai di cetak Surat kabar pertama yang dicetak adalah Relation, diterbitkan tahun 1605 oleh Johan Carolus. Surat kabar tertua di dunia yang hingga saat ini masih terbit adalah Post – och inrikes Tidnigar dari Swedia yang terbit mulai tahun 1645. Surat kabar yang mulai menggunakan kertas dan lebih terperinci adalah Journal An Sou de Nouvelle yang terbit di Perancis pada masa Napoleon Bonaparte, abad ke-17, berisi tentang perjalanan tentara Napoleon dari Paris menuju Napoli di Italia. Namun, banyak orang yang meyakini bahwa tren surat kabar dengan format yang kita kenal seperti sekarang ini, pertama kali dicetak di Inggris tahun 1621. Adapun surat kabar pertama yang terbit di Indonesia adalah Batavia Nouvelles. 5. Surat Kabar Pertama di Indonesia Koran Pertama di Indonesia yaitu di Batavia bernama Bataviasche Nouvelle) Bataviasche Nouvelle adalah iklan pertama di Belanda yang terbit pada Agustus 1744 sekaligus merupakan surat kabar pertama di Batavia (Jakarta). Surat kabar ini adalah surat kabar Belanda karena dicetak dan diterbitkan oleh Vereenigde Oost Compagnie (VOC). Hampir seluruh halamannya dipenuhi oleh iklan. Kemungkinan nama "Bataviasche" dipakai dari kata "Batavia" yaitu nama Jakarta pada abad 18, karena surat kabar ini diterbitkan di Batavia. Lalu "nouvelle" dalam bahasa Perancis artinya novel sedangkan dalam bahasa Belanda adalah "novelle" Surat kabar ini diprakarsai oleh Jan Pieterszoon Coen dan bahkan ia adalah penerbit dari Bataviasche Nouvelle. Dengan terbitnya surat kabar ini, JP Coen membuktikan bahwa berita-berita dapat disampaikan dengan metode periklanan juga. Ia juga memuat iklan tentang produk-produk baru sebagai salah satu upaya promosi. Proses Pembentukan Willem Baron van Imhoff, Gubernur Jenderal VOC periode 1743-1750, tak hanya membangun gedung Toko Merah, Academi de Marine, mendirikan masyarakat candu di Batavia, tapi juga memperkenalkan warga Batavia dengan yang namanya surat kabar. Izin terbit surat kabar itu baru diberikan setelah sekitar lima bulan diajukan -7 Agustus 1744 diajukan, izin terbit baru keluar Februari 1745. Sifat penguasa VOC yang enggan pada kritik menjadi salah satu alasan Imhoff ogah-ogahan menerbitkan izin. Padahal isi surat kabar yang pertama kali terbit itu hanya memuat aneka berita tentang kapal dagang VOC, mutasi pejabat, berita perkawinan, kelahiran, kematian. Pembacanya juga terbatas pada masyarakat Belanda sendiri. Bataviasche Nouvelles, begitu nama koran itu. Dari hanya berisi pengumuman, koran ini kemudian berkembang cepat menjadi koran yang berisi kritik terhadap perbudakan di Batavia dan perilaku penguasa VOC. Tepat pada 20 Juni 1746, demikian dicatat dalam buku "Toko Merah: Saksi Kejayaan Batavia Lama di Tepi Muara Ciliwung" oleh Thomas B Ataladjar, koran pertama ini dibredel. Kiprah Imhoff yang berusia pendek, meninggal pada tahun 1750 ketika ia masih menjabat sebagai gubernur jenderal, baru dilanjutkan 30 tahun kemudian. Verdu Nieuws, meneruskan Bataviasche Nouvelles, dalam bentuk surat kabar mingguan yang berisi iklan. Sumber : noer-indahprastiwi.blogspot.com/2012/03/sejarah-jurnalistik.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar